Sabtu, 15 Oktober 2011

Filosofi Melati

Melati ... bentuknya kecil, tapi harumnya semerbak, tak disangka dari bunga sekecil itu menyimpan arti yang begitu besar

sebuah catatan dari seorang teman , mbak Rien Marini bener-bener menginspirasi saya, untuk belajar dari bunga melati



Aku
ingin menjadi
seperti melati..

Yang
tak pernah
berdusta dengan apa yang ditampilkannya..

Yang
tak memiliki warna dibalik warna putihnya..

juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya,

baik panas, hujan, terik ataupun badai yang dating… ia tetap putih..
Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu putih..

Pada
debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya..

Pada
angin ia menyapa,

berharap
sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ia nya tetap putih
berseri..

Karenanya,
melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa..
Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut..

Namun
ia tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah
angin, ia akan segera kembali pada tangkainya..

Pada
hujan ia menangis,

agar
tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang
menghujani tubuhnya.

Agar
siapapun tak pernah melihatnya bersedih,
karena saat hujan berhenti menyirami,
bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes.

Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan kan selalu datang,

karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya.

Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya untuk mengadu,
saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran.

Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan
asanya.

pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.

Pada tangkai ia bersandar agar tetap meneguhkan kedudukannya,
memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani
kewajibannya

Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai,

bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta.

Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya.

Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap
berwarna putih.

Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu,

kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali
membuatnya tak lagi putih?

Pada bunga lain ia bersahabat.
Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan,
tak ada perlombaan menjadi yang tercantik karena masing-masing memahami tugas dan peranannya.

Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu
juga sebaliknya.

Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia
tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap
berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan.

Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya
malam.

Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan,
seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi.

Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah,
pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya.

Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan.

Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya,
ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru,
agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih.
Yang tetap berser disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing, menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang
mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan hanya pada Sang Pemilik Alam lah ia meminta,
agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk menjalani setiap perannya.

Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya,
tidak membiarkan apapun merubah warnanya

hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan
tanggungjawabnya. Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia
tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga
seperti melati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar